SEJARAH KABUPATEN
TAKALAR
Kabupaten Takalar yang hari jadinya pada
tanggal 10 Pebruari 1960, proses pembentukannya melalui tahapan perjuangan yang
panjang. Sebelumnya, Takalar sebagai Onder afdeling yang tergabung dalam daerah
Swatantra MAKASSAR bersama-sama dengan Onder afdeling Makassar, Gowa, Maros,
Pangkajene Kepulauan dan Jeneponto.
Onder
afdeling Takalar, membawahi beberapa district (adat gemen chap) yaitu: District
Polombangkeng, District Galesong, District Topejawa, District Takalar, District
Laikang, District Sanrobone. Setiap District diperintah oleh seorang Kepala
Pemerintahan yang bergelar Karaeng, kecuali District Topejawa diperintah oleh
Kepala Pemerintahan yang bergelar Lo’mo.
Upaya memperjuangkan terbentuknya Kabupaten
Takalar, dilakukan bersama antara Pemerintah, Politisi dan Tokoh-tokoh
masyarakat Takalar. Melalui kesepakatan antara ketiga komponen ini, disepakati
2 (dua) pendekatan/cara yang ditempuh untuk mencapai cita-cita perjuangan
terbentuknya Kabupaten Takalar, yaitu:
1. Melalui Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Swatantra Makassar. Perjuangan melalui Legislatif ini, dipercayakan
sepenuhnya kepada 4 (empat) orang anggota DPRD utusan Takalar, masing-masing H.
Dewakang Dg. Tiro, Daradda Dg. Ngambe, Abu Dg. Mattola dan Abd. Mannan Dg.
Liwang.
2. Melalui pengiriman delegasi dari unsur
pemerintah bersama tokoh-tokoh masyarakat. Mereka menghadap Gubernur Provinsi
Sulawesi Selatan di Makassar menyampaikan aspirasi, agar harapan terbentuknya
Kabupaten Takalar segera terwujud. Mereka yang menghadap Gubernur Sulawesi
adalah Bapak H. Makkaraeng Dg. Manjarungi, Bostan Dg. Mamajja, H. Mappa Dg.
Temba, H. Achmad Dahlan Dg. Sibali, Nurung Dg. Tombong, Sirajuddin Dg. Bundu
dan beberapa lagi tokoh masyarakat lainnya.
Upaya ini dilakukan tidak hanya sekali
jalan. Titik terang sebagai tanda-tanda keberhasilan dari perjuangan tersebut
sudah mulai nampak, namun belum mencapai hasil yang maksimal yaitu dengan
keluarnya Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1957 (LN No. 2 Tahun 1957) maka
terbentuklah Kabupaten Jeneponto-Takalar dengan Ibukotanya Jeneponto. Sebagai
Bupati Kepala Daerah yang pertama adalah Bapak H. Mannyingarri Dg. Sarrang dan
Bapak Abd. Mannan Dg. Liwang sebagai ketua DPRD.
Para
politisi dan tokoh masyarakat tetap berjuang, berupaya dengan sekuat tenaga,
agar Kabupaten Jeneponto-Takalar segera dijadikan menjadi 2 (dua) Kabupaten masing-masing berdiri sendiri
yaitu: Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Takalar. Perjuangan
panjang masyarakat Kabupaten Takalar, berhasil mencapai puncaknya, setelah
keluarnya Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1959 (LN Nomor 74 Tahun 1959),
tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan dimana
Kabupaten Takalar termasuk didalamnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
1959 itu, maka sejak tanggal 10 Pebruari 1960, TERBENTUKLAH KABUPATEN TAKALAR,
dengan Bupati Kepala Daerah (Pertama) adalah Bapak H. DONGGENG DG. NGASA
seorang Pamongpraja Senior. Selanjutnya
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Takalar Nomor 13 Tahun 1960 menetapkan
PATTALLASSANGsebagai IBUKOTA KABUPATEN TAKALAR.
Dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten
Takalar Nomor 7 Tahun 1990 menetapkan Tanggal 10 Pebruari 1960 sebagai Hari
Jadi Kabupaten Takalar.
Berdasarkan
struktur pemerintahan pada waktu itu, Bupati Kepala Daerah, dalam melaksanakan
tugas pemerintahan, dibantu oleh 4 (empat) orang Badan Pemerintahan Harian
(BPH), dengan personalianya yaitu:
• BPH Tehnik & Keamanan : H.
Mappa Dg. Temba
• BPH Keuangan : Bangsawan Dg. Lira
• BPH Pemerintahan :
H. Makkaraeng Dg. Manjarungi
• BPH Ekonomi : Bostan Dg. Mamajja
Setelah
terbentuknya Kabupaten Takalar, maka Districk Polombangkeng dijadikan 2 (dua)
Kecamatan yaitu Kecamatan Polombangkeng Selatan dan Polombangkeng Utara,
Districk Galesong dijadikan 2 (dua) Kecamatan yaitu Kecamatan Galesong Selatan
dan Kecamatan Galesong Utara, Districk Topejawa, Districk Takalar, Districk
Laikang dan Districk Sanrobone menjadi Kecamatan TOTALLASA (Singkatan dari
Topejawa, Takalar, Laikang dan Sanrobone) yang selanjutnya berubah menjadi
Kecamatan Mangarabombang dan Kecamatan Mappakasunggu. Perkembangan selanjutnya
berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001 terbentuk lagi sebuah Kecamatan
yaitu Kecamatan Pattallassang (Kecamatan Ibukota) dan terakhir dengan Perda
Nomor 3 Tahun 2007 tanggal 27 April 2007 dan Perda Nomor 5 Tahun 2007 tanggal
27 April 2007, dua kecamatan baru terbentuk lagi yaitu Kecamatan Sanrobone
(Pemekaran dari Kecamatan Mappakasunggu) dan Kecamatan Galesong (Pemekaran dari
Kecamatan Galesong Selatan dan Kecamatan Galesong Utara). Sehingga dengan
demikian sampai sekarang Kabupaten Takalar terdiri dari 9 (sembilan) buah
Kecamatan, sebagaimana telah disebutkan terdahulu. Kesembilan kecamatan ini
membawahi sejumlah 82 Desa/Kelurahan, dengan jumlah penduduk + 252,275 jiwa.
A. ARTI DAN MAKNA LAMBANG KABUPATEN TAKALAR
Lambang daerah Kabupaten Takalar terdiri
dari 7 (tujuh) bagian, yang menggambarkan unsur historis patriotik, sosiologis
ekonomis yang kaseluruhannya merupakan bagian mutlak yang tidak terpisahkan
dari kesatuan negara Republik Indonesia yaitu :
a. Perisai
Segi Lima, melukiskan :
:: Perisai sebagai alat pembelaan untuk
mempertahankan diri dari marabahaya.
:: Perisai sebagai alat pembelaan untuk
mempertahankan diri dari marabahaya.
b. Mata
Rantai, yang terbilang 45 biji, mewujudkan :
:: Ikatan kekeluargaan yang bersendikan
persatuan yang kokoh kuat dan kompak dari massa rakyat Daerah Kabupaten
Takalar.
:: Terbilang empat puluh lima biji mata
rantai melukiskan angka 45, sebagai tahun proklamasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang disambut dengan spontanitas massa rakyat daerah ini dengan
memproklamirkan diri sebagai salah satu bagian dari negara Republik Indonesia,
terlepas dari ikatan apa yang dinamakan “Negara Indonesia Timur”.
c. Lipan
:
:: Dua ekor lipan merupakan lambang dari
pada kepahlawanan dan semangat patriotik massa Rakyat Kabupaten Takalar,
sebagai alat revolusi yang terkenal dengan nama “Lipan Bajeng” yang
bersemboyang : Pantang Mundur Menggigit Apabila Diganggu.
:: Lipan yang menggambarkan beruas 20
(dua puluh) mewujudkan himpunan dari dua puluh kelaskaran yang tergabung dalam
satu wadah perjuangan bernama “LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Sulawesi
Selatan) berpusat di Polombangkeng / Kabupaten Takalar pada masa revolusi
fisik.
d. Pohon-Pohonan
dan Petak-Petak Sawah :
:: Pohon-pohon dan petak-petak sawah,
merupakan perwujudan dari pada lambang kemakmuran dan kesuburan tanah Kabupaten
Takalar yang menjamin kebahagiaan tata kehidupan masyarakat.
:: Tujuh batang pohon menggambarkan
pengertian historis dari pada pembentukan Kabupaten Takalar, yang bersumber
dari tujuh ex swapraja, yaitu Polombangkeng, Galesong, Sanrobone, Takalar,
gabungan Laikang Topejawa dan Pulau-Pulau Tanakeke.
e. Gelombang
Lautan yang dilukiskan bergelombang tiga, menandaskan bahwa masyarakat Takalar,
sebagai alat revolusi tidak mengenal statis dalam perjuangan bahkan senantiasa
mengikuti sifatnya lautan yang tidak pernah diam dan senantiasa bergelora,
sebagaimana peribahasa makassar yang berjudul : “Bombang Tallua
Gallurutamattentaya” yang menjiwai kegiatan dan tata kehidupan masyarakat.
f. Semboyan
yang dituliskan dengan aksara lontara yang berbunyi “PANRANNUANGKU” berarti
harapanku atau amanahku merupakan sugesti bagi Pemerintah Daerah dan segenap
aparaturnya untuk senantiasa berbuat dan bertindak sesuai dengan amanat
penderitaan rakyat.
Tidak ada komentar: